Sabtu, 22 Januari 2011

ABSTRAK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM UNDANG-UNDANG RI NOMOR 25 TAHUN 2003 DI INDONESIA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

ABSTRAK
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM UNDANG-UNDANG RI NOMOR 25 TAHUN 2003 DI INDONESIA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM

(Alif Firmansyah)
Pencucian uang adalah merupakan perbuatan atau upaya dari pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan, yang diperoleh dari tindak pidana dengan cara memasukan harta kekayaan hasil kejahatan ke dalam system keuangan, khususnya system perbankan baik dalam maupun di luar negeri. Ini dimaksudkan untuk menghindarkan dari tuntutan hukum atau kejahatan yang telah dilakukan dan mengamankan harta kekayaan hasil kejahatan dari sitaan aparat hukum. Pemerintah Indonesia tidak konsekuen dalam upaya tindak pidana pencucian uang. Selain itu, Indonesia menganut system devisa bebas, kerahasiaan bank yang begitu ketat, tingkat korupsi yang sangat tinggi, ekonomi yang terpuruk sehingga dicurigai sebagai surga pencucian uang. Oleh karena itu, Indonesia dimasukan ke dalam daftar negara yang tidak kooperatif dalam menangani tindak pidana pencucian uang, yang membawa konsekuensi negatif di bidang ekonomi dan politik. Secara ekonomi akan mengakibatkan mahalnya biaya yang ditanggung oleh industri keuangan Indonesia apabila melakukan transaksi dengan mitranya di luar negeri. Secara politik akan mengganggu pergaulan Indonesia dalam kancah Internasional. Meskipun terdapat Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang namun tingkat korupsi, illegal loging, produksi dan peredaran gelap narkotika, psikotropika berskala internasional masih tinggi. Pembobolan bank dengan motif pembayaran likuiditas bank, kegiatan ekspor-impor fiktif acap kali terjadi di tanah air tercinta ini. Kejahatan-kejahatan tersebut sarat dengan pencucian uang, aliran dana hasil kejahatan bergulir dari satu bank ke bank yang lain di tanah air maupun luar negeri. Yang menjadi permasalahan di sini dengan disahkannya ketentuan hukuman oleh Undang-undang bagi pelaku kejahatan pencucian uang seolah-olah tidak memberikan peringatan untuk tidak melakukan kejahatan-kejahatan tersebut, bahkan bertambah marak aksi dari kejahatan mereka. Sedangkan ketentuan hukuman bagi pelaku pencucian uang menurut hukum Islam masih belum jelas, dikarenakan belum ada suatu ketentuan hukum yang pasti menurut Islam yang menjadi landasan pokok dalam menangani tindak kriminal pencucian uang.
Berpijak dari permasalahan diatas, penulis tertarik untuk membahas dampak apa yang ditimbulkan dari kejahatan pencucian uang dan bagaimana kedudukan hukum Islam terhadap pencucian uang itu sendiri.
Dalam penelitian penulis menggunakan metode deskriptif, yang mana metode ini digunakan untuk menjelaskan pengertian tentang kejahatan pencucian uang, konsep dasar pencucian uang yang meliputi pengertian pencucian uang, sejarah praktik dan istilah pencucian uang, proses pencucian uang, objek pencucian uang, tujuan dan dampak pencucian uang. Selain hal tersebut diatas, juga untuk mengetahui ketentuan hukum Islam terhadap kejahatan pencucian uang. Sebagai langkah terakhir, penulis menggunakan metode induktif dan deduktif guna menyimpulkan beberapa masalah diatas sehingga menjadi suatu pemikiran terhadap kasus ini.
Dari hasil penelitian, pencucian uang dalam pandangan hukum Islam adalah haram, ini dikarenakan uang yang berasal dari tindak kejahatan merupakan uang haram bagaimanapun bentuk dan kegunaannya, maka penulis melihat bahwa penerapan hukuman bagi pelaku pencucian uang dalam pandangan Islam bermacam-macam sesuai dengan objek kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Selain itu hendaknya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pencucian uang hendaknya memberikan peringatan dan efek jera bagi pelaku-pelaku kejahatan yang lain.
Bahasan yang dipaparkan oleh penulis adalah bahasan yang bersifat kontemporer dan teoritis. Diharapkan bahasan ini memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat Islam sekarang ini. Dan hendaknya pula umat Islam selalu berupaya menggali dan mengembangkan ajaran agama Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

khutbah jum'at "Meningkatkan Ketaqwaan Kepada Allah" (12 November 2010)


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحَمْدُ للهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. مَن يَهْدِى اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ الله اُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي القُرْآنِ الكَرِيمِ. اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: "يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ".
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Meningkatkan dan mengokohkan ketakwaan kepada Allah swt. merupakan suatu keharusan dan kewajiban yang mutlak bagi setiap muslim. Takwa itu sendiri adalah melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya baik dalam keadaan sepi maupun ramai; pada waktu kita sendiri maupun ketika bersama orang lain. Dengan demikian, bertakwa kepada Allah swt. ini harus kita lakukan di mana pun serta dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya.
Kalau kemudian ada orang bertanya, “Mengapa ketakwaan kepada Allah harus kita tingkatkan terus? “Jawabnya adalah karena orang yang paling bertakwa kepada Allah, dialah yang paling mulia di sisi-Nya. Allah berfirman,
...إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ، إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (الحجرات: 13)
“...Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujuraat: 13)
Disamping itu, dengan bertakwa kepada Allah, seorang muslim tentu saja menjadi termasuk orang yang bisa menjalani kehidupannya dengan baik dan ini pula yang menjadi kunci kebahagiaan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, para khatib dan mubalig tidak bosan-bosan mengingatkan diri dan jamaahnya agar terus memperkokoh ketakwaan kepada Allah swt. sebagaimana perintah Allah sendiri di dalam Al-Qur’an,
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ (آل عمران: 102)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (berserah diri kepada Allah).” (Ali Imron: 102)
Karena begitu pentingnya meningkatkan dan mengokohkan ketakwaan kepada Allah swt., maka perlu kita pahami bagaimana petunjuk atau cara-cara yang harus kita lakukan guna meningkatkan dan mengokohkan ketakwaan kepada Allah swt.
Dalam kesempatan khutbah kali ini, perlu kita kutip pendapat seorang ulama yang bernama Dr. Abdullah Nashih Ulwan. Beliau menyebutkan dalam bukunya, Ruuhiyah ad-Daa’iyah, hal-hal yang membuat seorang bisa meningkatkan dan mengkokohkan ketakwaan kepada Allah swt.
Pertama, Al-Mu’ahadah, yaitu ingat pada perjanjian. Dari segi dengan siapa kita berjanji maka janji utama kita adalah kepada Allah swt. yang harus kita penuhi. Apalagi janji itu sering kali disebut dengan utang yang memang harus dibayar. Sadar atau tidak, manusia sebenarnya sudah berjanji kepada Allah sejak dalam kandungan untuk mengakui-Nya sebagai Tuhan yang dengan janji itu konsekuensinya manusia mau tunduk kepada Allah swt. Bahkan janji tersebut terdapat dalam Al-Qur’an:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْياَيَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ (الأنعام: 161)
“Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. (Al-An’am: 161)
Janji kita juga kita ulangi lagi ketika surah Al-Fatihah dibaca, yaitu:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ (الفاتحة: 5)
ِ”Kepadamu aku mengabdi dan kepadaMu aku mohon pertolongan” (Al-Fatihah: 5)
Dengan demikian, setiap kita sudah berjanji untuk menjalankan kehidupan ini dengan nilai ibadah dan Allah swt. sendiri harus memberikan tugas hidup kepada manusia hanya satu, yaitu ibadah. Kalau tugas kita hanya satu ibadah, yaitu ibadah bukan berarti yang kita kerjakan hanya shalat, wirid, zikir, dan sejenisnya, melainkan seluruh perbuatan yang kita dari bangun tidur di pagi hari hingga tidur lagi di malam hari, semua harus bernilai ibadah. Agar seluruh perbuatan kita bernilai ibadah maka segala perbuatan harus dilandasi dengan niat yang ikhlas, cara yang benar dan tujuannya dalam rangka mendapat ridha Allah swt.
Langkah kedua yang harus kita tempuh untuk bisa mengokohkan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. adalah Al-Muraqabah, yaitu merasa dekat kepada Allah swt. Hal itu perlu dilakukan oleh seorang muslim karena dengan merasa dekat kepada Allah, seseorang selalu merasa di awasi oleh Allah yang membuatnya selalu berpikir sebelum berbuat dan tidak berani menyimpang dari jalan Allah. Sikap Al-Muraqabah memang mutlak harus kita lakukan, mengingat Allah swt. sebenarnya sudah dekat, hanya kita yang merasa jauh dengan Allah. Allah berfirman:
... وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَاكُنْتُمْ، وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ (الحديد: 4)
“...Dan Dia (Allah) bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadiid: 4)
Bahkan, di dalam ayat lain Allah juga berfirman,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ، وَمَايَكُوْنُ مِنْ نَجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَ خَمْسَةٍ إِلاَّ هُوَ سَادِسُهُمْ وَلاَ أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلاَ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَاكَانُوْ، ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوْا يَوْمَ القِيَامَةِ، إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ (المجادِلة: 7)
“Tidakakah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau yang lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Mujadilah: 7)
Jama’ah sidang jum’at yang berbahagia
Langkah ketiga yang harus dilakukan untuk meningkatkan dan mengkokohkan ketakwaan adalah dengan melakukan apa yang disebut dengan Al-Muhasabah atau menghitung-hitung diri, introspeksi diri yang juga merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim. Apalagi kelak setiap amal manusia akan dihisab oleh Allah swt. dan sebelum itu manusia harus menghisab sendiri amal-amalnya agar dia tahu apakah selama ini dia lebih banyak beramal saleh atau beramal yang salah. Sahabat Nabi, Umar bin Khathab pernah mengingatkan hal itu dalam satu ungkapannya,
حَاسِبُوْا اَنْفُسَكُمْ قَبْلَ اَنْ تُحَاسِبُوْا
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (di hari Kiamat)”
Oleh karena itu, ada baiknya seorang muslim melakukan muhasabah atau introspeksi setiap harinya, misalnya menjelang tidur, dia perlu merenungi perjalanan hidupnya hari itu agar dia meningkatkan kualitas hidupnya pada hari esok. Allah swt. berfirman,
يَأَيُهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ، وَاتَّقُوْا اللهَ، إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ (الحشِر: 18)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18).
Terakhir yang kelima, diantara yang harus kita lakukan untuk meningkatkan dan mengokohkan ketakwaan adalah dengan melakukan apa yang disebut dengan Al-Mujahadah yang secra harfiah artinya ‘bersungguh-sungguh’ dalam arti bersungguh-sungguh dalam menjalankan ajaran Islam. Hal ini karena Islam memang harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan. Tanpa kesungguhan, sangat sulit seseorang untuk bisa melaksanakan ajaran Islam. Shalat lima waktu menuntut adanya kesungguhan, puasa dan infak juga demikian, apalagi jihad di jalan Allah. Apabila seseorang memiliki kesungguhan, meskipun nantinya Allah akan memberikan kemudahan baginya dalam menghadapi kesulitan itu. Allah berfirman,
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فَيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَناَ، وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْن (الأنكبوت: 69)
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari kerihaan) Kami, benar-benar Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik” (Al-Ankabuut: 69).
Dengan demikian, ketakwaan kepada Allah harus kita mantapkan terus karena dengan demikian seorang muslim akan memperoleh kebahagiaan yang hakiki di dunia maupun di akhirat.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِالآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

الحمدلله حمدا كثيرا طيّبا مباركا فيه والصّلاة والسّلام على رسوله المبعوث رحمة للعالمين وعلى آله وصحبه أجمعين.
عبادالله!
صلّوا وسلّموا على النبي باالصّلاة والسّلام عليه فقال:"إنّ الله وملائكته يصلّون على النّبي ياأيّها الذين آمنواصلّواعليه وسلّمواتسليما"
اللهم صل على محمد وعلى ال محمد وسلم ورضى الله تعالى عن كلّ صحابة رسول الله أجمعين,
اللهمّ إنا نسألك سلامة فى الدين والدنيا والآخرة وعافية فى الجسد وزيادة فى العلم وبركة فى الرزق وتوبة قبل الموت ورحمة عند الموت ومغفرة بعد الموت, اللهمّ هوّن علينا فى سكرات الموت والنجاة من النار والعفوى عند الحساب. اللهم ثبت قلوبنا على طاعتك وعلى عبادتك, ربنا ظلمنا أنفسنا وان لم تغفر لنا وترحمنا لنكوننا من الخاسرين, اللهم اغفرلنا ولوالدينا ولإخواننا الذين سبقون بالإيمان ولا تجعل فى قلوبنا غلاّ للذين أمنوا إنّك انت السميع العليم, ربنااغفر لنا ذنوبنا وكفّر عنّا سيئاتنا وتوفنا مع الأبرار, اللهم أعزّ الاسلام والمسلين وأصلح ولاة المسلمين والّف بين قلوبهم وأصلح ذات بينهم وانصرهم على عدوك وعدوهم ووفقهم للعمل بما فيه صلاح الإسلام والمسلمين, اللهمّ إنّا نسألك رضاك والجنة ونعوذبك من سختك والنار, اللهمّ اجعل جميع أعمالنا وعبادتنا خالصة لوجهك الكريم, اللهم اهدناالصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولاالضالّين, ربنا اتبا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.
عبادالله!
إنّ الله يأمركم باالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفخشاء والمنكروالبغي يعظكم لعلّكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم ولذكرالله أكبر، أقم الصّلاة.